IMAM MUSLIM

1. BIOGRAFI IMAM MUSLIM.
Nama lengkap beliau ialah Imam Abdul Husain bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Dia dilahirkan di Naisabur tahun 206 H. Sebagaimana dikatakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya "Ulama'ul Amsar. Imam Muslim adalah penulis kitab syahih dan kitab ilmu hadits. Dia adalah ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal sampai kini.
Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang luar biasa. Sejak usia dini, beliau sudah berkonsentrasi mempelajari hadits. Tahun 218 H, beliau mulai belajar hadits, ketika usianya kurang dari lima belas tahun. Beruntung, beliau dianugerahi kelebihan berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalan. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, beliau mulai menghafal hadits Nabi SAW, dan mulai berani mengoreksi kesalahan dari gurunya yang salah menyebutkan periwayatan hadits.
a. Kehidupan dan Pengembaraannya
Kehidupan Imam Muslim penuh dengan kegiatan mulia. Beliau merantau ke berbagai negeri untuk mencari hadits. Dia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya. Dalam perjalanannya, Muslim bertemu dan berguru pada ulama hadis.
Di Khurasan, dia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih. Di Ray, dia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu Ansan. Di Irak, dia belajar kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah. Di Hijaz, berguru kepada Sa'id bin Mansur dan Abu Mas'ab. Di Mesir, belajar kepada 'Amar bin Sawad dan Harmalah bin Yahya dan berguru kepada ulama hadits lainnya.
Imam Muslim berulangkali pergi ke Bagdad untuk belajar hadits, dan kunjungannya yang terakhir tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Muslim sering berguru kepadanya. Sebab dia mengetahui kelebihan ilmu Imam Bukhari. Ketika terjadi ketegangan antara Bukhari dengan az--Zuhali, dia memihak Bukhari. Sehingga hubungannya dengan az-Zuhali menjadi putus. Dalam kitab syahihnya maupun kitab lainnya, Muslim tidak memasukkan hadits yang diterima dari az-Zuhali, meskipun dia adalah guru Muslim. Dan dia pun tidak memasukkan hadits yang diterima dari Bukhari, padahal dia juga sebagai gurunya. Bagi Muslim, lebih baik tidak memasukkan hadits yang diterimanya dari dua gurunya itu. Tetapi dia tetap mengakui mereka sebagai gurunya. Setelah mengarungi kehidupan yang penuh berkah, Muslim wafat pada hari Ahad sore, dan di makamkan di kampung Nasr Abad daerah Naisabur pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun. Selama hidupnya, Muslim menulis beberapa kitab yang sangat bermanfaat.
b. Para Gurunya
Imam Muslim mempunyai guru hadits sangat banyak sekali, diantaranya adalah: Usman bin Abi Syaibah, Abu Bakar bin Syaibah, Syaiban bin Farukh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harab, 'Amar an-Naqid, Muhammad bin Musanna, Muhammad bin Yasar, Harun bin Sa'id al-Aili, Qutaibah bin sa'id dan lain sebagainya.
c. Sosial-Politik
Imam Muslim hidup pada masa daulah Abbasiyah yang pusat kekuasaannya di kota Bagdad. Beliau hidup pada masa Abbasiyah II, yaitu masa Khalifah al-Mutawakkil sejak tahun 232 H=847 M. Pada masa ini keadaan politik dan militer mulai mengalami kemerosotan, namun dalam bidang ilmu pengetahuan semakin mengalami kemajuan, bahkan sampai abad ke-4 hijriah daulah islamiyah mencapai zaman keemasan dalam bidang ilmu pengetahuan, tidak terkecuali dalam bidang hadis. Keadaan itu antara lain karena negara-negara bagian dari Kerajaan Islam Raya berlomba-lomba dalam memberi penghargaan atau kedudukan terhormat kepada para ulama dan para pujangga.
Pada masa ini secara politik terjadi rebutan pengaruh antara keturunan Arab dan keturunan Persia, keturunan Persia semakin eksis dan berpegaruh, sementara pengaruh dan keterlibatan keturunan Arab semakin terpinggirkan. Keadaan inilah yang memicu ketegangan dan perpecahan umat Islam.
Dalam pada itu, gerakan-gerakan atau aliran-aliran agama banyak bermunculan yang seringkali dijadikan sebagai alat untuk mencapai kepentingan-kepentingan politik, misalnya gerakan al-Rawandiyah, al-Muqanna’iyah, al-Khurramiyah dan al-Zanadiqah. Demikian juga timbul gerakan-gerakan politik yang berselimutkan agama, sebagai kelanjutan dari masa sebelumnya, baik yang mendukung pemerintah maupun yang melakuka oposisi, yaitu Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah dan Ahl al-Sunah.
d. Kitab tulisan Imam Muslim
Imam muslim mempunyai kitab hasil tulisannya yang jumlahnya cukup banyak. Di antaranya:
1) Al-Asma’ wal-Kuna, 2) Irfadus Syamiyyin, 3) Al-Arqaam, 4) Al-Intifa bi Juludis Siba’, 5) Auhamul Muhadditsin, 7)At-Tarikh, 8) At-Tamyiz, 9) Al-Jami’, 10) Hadits Amr bin Syu’aib, 11) Rijalul ‘Urwah, 12)Sawalatuh Ahmad bin Hanbal, 13) Thabaqat, 14) Al-I’lal, 15) Al-Mukhadhramin, 16) Al-Musnad al-Kabir, 17) Masyayikh ats-Tsawri, 18) Masyayikh Syu’bah, 19) Masyayikh Malik, 20) Al-Wuhdan, 21) As-Shahih al-Masnad.Kitabnya yang paling terkenal sampai kini ialah Al-Jamius Syahih atau Syahih Muslim.
2. KANDUNGAN HADITS.
Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas, serta masih tetap beredar hingga kini ialah Al Jami’ as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.
Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahihnya.
Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahwa ia pernah berkata: "Aku susun kitab Sahih ini yang disaring dari 300.000 hadits."Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : "Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.
Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang tidak disebutkan berulang.
Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya: "Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini, yakni dalam Sahihnya. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama hadits."Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: "Apabila penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini."
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut : "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alasan pula."
Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.
a. Kuantitas Sahih Muslim
Kitab himpunan hadis sahih karya Muslim ini judul aslinya ialah al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min al-Sunan bi al-Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ‘an Rasu>l Allah saw., namun lebih dikenal dengan nama al-Jami’ al-Sahih atau Sahih Muslim.
Penyusunan kitab ini memakan waktu lima belas tahun. Imam Muslim mengerjakan proyek yang monumental ini secara terus menerus. Proses persiapan dan penyusunan kitabnya itu beliau lakukan baik ketika sedang berada di tempat tinggalnya maupun dalam perlawatan ke berbagai wilayah. Dalam penggarapannya itu, beliau menyeleksi ribuan hadis baik dari hafalannya maupun catatannya. Informasi lain menyatakan bahwa kitab al-Jami al-Shahih atau Shahih Muslim ini merupakan hasil seleksi dari sejumlah 300.000 hadis.
Kitab ini memuat hadis yang cukup banyak. Hanya saja mengenai penentuan jumlah hadisnya, terdapat informasi atau pendapat yang berbeda-beda. Menurut keterangan Ahmad bin Salamah, salah seorang sahabat Imam Muslim sekaligus sebagai penulis naskah kitab ini, ia menyatakan bahwa dalam Sahih Muslim memuat 12. 000 hadis. Sementara yang lainnya ada yang menyatakan berjumlah 7.275 hadis, 5.632 hadis, 4.000 hadis , dan 3. 033hadis.
Secara eksplisit Dr. Ajjaj al-Khatib menyatakan bahwa jumlah hadis dalam shahih Muslim dengan tidak termasuk yang diulang-ulang (gair mukarrar) ada 3.030 hadis, sedangkan jumlah seluruhnya termasuk yang diulang-ulang atau yang melalui (seluruh jalur) sanad yang berbeda-beda memuat sekitar 10.000 hadis. Perbedaan tersebut terjadi, karena ada yang menghitung hadis-hadis dengan yang berulang-ulang ada yang tidak. Karenanya, perbedaan tersebut dapat dipahami sekaligus dapat dikompromikan.
3. METODE PENGHIMPUNAN
Menurut laporan Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan, Imam Muslim telah menyusun tiga kitab musnad, yaitu:
1. Musnad yang beliau bacakan kepada masyarakat adalah shahih.
2. Musnad yang memuat hadis-hadis, meskipun dari periwayat yang lemah.
3. Musnad yang memuat hadis-hadis, meskipunsebagian hadis itu berasal dari periwayat yang lemah.
Dari karya-karya tersebut sebagiannya ada yang telah dipublikasikan, dan sebagiannya lagi masih dalam bentuk manuskrip yang bertebaran di berbagai perpustakaan. Dari segi kualitas, para ulama hadis umuumnya menganggap bahwa al-jami al-shahih merupakan karya terbaik Imam Muslim.
Ketelitian dan kecermatan dalam menyampaikan kata-kata selalu dipertahankannya secara optimal, sehingga apabila seorang rawi berbeda dengan rawi lain dalam penggunaan redaksi yang berbeda, padahal makna (substansi) dan tujuannya sama ;yang satu meriwayatkan dengan suatu redaksi dan rawi lain meriwayatkan dengan redaksi yang lain pula; maka dalam hal ini Imam Muslim menjelaskannya. Selain itu, beliau berusaha menampilkan hadits-hadits musnad (hadits yang sanad-nya Muttashil) dan marfu' (hadits yang dinisbahkan kepada Nabi saw). Karenanya, beliau tidak memasukkan perkataan-perkataan sahabat dan tabiin.
4. SISTEMATIKA HADITS
Kitab al-Jami’ al-Sahih atau Sahih Muslim ini disusun oleh Imam Muslim dengan sangat sistematis. Kitab ini diawali dengan muqaddimah (pendahuluan) yang sangat bernilai dan dapat dikatakan merupakan karya paling dini dalam bidang ilmu ushul al-hadits. Setelah muqaddimah, beliau mengelompokkan hadis-hadis yang berkaitan dalam suatu tema atau masalah pada suatu tempat. Namun perlu diketahui bahwa beliau tidak membuat nama atau judul kitab (dalam arti bagian) dan bab bagi kitabnya secara kongkret, sebagaimana kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak. Judul-judul kitab dan bab sebenarnya tidak dibuat oleh Imam Musim, tetapi dibuat oleh para pengulas kitab ini pada masa-masa berikutnya. Di antara para pengulas yang dianilai sangat baik dalam membuat kreasi judul-judul bab dan sistematika bab-babnya adalah Imam Nawawi dalam kitab syarah Sahih Muslim.
Untuk mengetahui isi dan sistematika Sahih Muslim secara rinci di bawah ini dikemukakan tabelnya. Informasi yang disajikan dalam tabel adalah tentang nama-nama kitab (dalam pengertian bagian), jumlah bab dan hadis dalam tiap-tiap kitab.
NO
NAMA KITAB JUMLAH
BAB HADIS
- مقدمه 74 ?
1 الإيمان 96 280
2 الطهارة 34 111
3 الحيض 33 126
4 الصلاة 52 285
5 المساجد ومواضع الصلاة 56 316
6 صلاة المسافرين وقصرها• 56 312
7 الجمعة 19 73
8 العيدين 5 22
9 الإستسقاء 5 17
10 الكسوف 5 29
11 الجناءز 37 108
12 الزكاة 56 177
13 الصيام 40 222
14 الإعتكاف 4 10
15 الحج 97 522
16 النكاح 24 110
17 الرضاع 19 32
18 الطلاق 9 134
19 اللعان 1 20
20 العتق 7 26
21 البيوع 21 123
22 المساقة 31 143
23 الفراءض 5 21
24 الهبات 4 32
25 الوصية 6 22
26 النذر 5 13
27 الأيمان 13 59
28 القسامة والمحاربين والقصاص والديات 11 29
29 الحدود 11 46
30 الأقضية 11 21
31 اللقطة 6 19
32 الجهاد والسير 51 150
33 الإمارة 56 185
34 الصيد والذباءح وما يؤكل من الحيوان 12 60
35 الأضاحي 8 45
36 الأشربة 35 188
37 اللباس 35 127
38 الأدب 10 45
39 السلام 41 155
40 ألفاظ من الأدب وغيرها 5 21
41 الشعر 2 10
42 الرؤيا 5 23
43 الفضاءل 36 174
44 فضاءل الصحابة رضي الله عنهم 60 232
45 البر والصلة والاداب 51 166
46 القدر 8 34
47 العلم 6 16
48 الذكر والدعاء والتوبة والإستغفار• 27 101
49 والتوبة 11 60
50 صفاة المنافقين وأحكامهم 1 83
51 الجنة وصفة النفسها وأهلها 40 84
52 الفتن وأشراط الساعة 28 143
53 الزهد و الرقاءق 20 75
54 التفسير 8 34
Pada Compack Disk (CD) Mausu’ah al-Hadis al-Syarif, bagian muqaddimah ditempatkan pada urutan nomor 1 (satu), diikuti nomor urut 2 (dua) yaitu kitab الإيمان dan seterusnya. Dalam CD-ROOM tersebut kitab ke-51 yaitu الجنة وصفة النفسها وأهلها didahului (ditambah) dengan kitab صفاة القيامة والجنة والنار .
Dari sistematika di atas, terlihat bahwa penulisnya membuat sistematika seperti model kitab-kitab sunan, yaitu kitab-kitab (terdapat 54 kitab) hadis dengan 3.450 bab yang disusun berdasarkan kitab-kitab (dalam arti bagian) atau bab-bab fikih, yang mana fikih sangat dominan pada masa itu. Secara garis besar urutan kitab-kitabnya dimulai dari kitab iman, ibadah, muamalah, jihad, makanan dan minuman, pakaian, adab dan keutamaan-keutamaan, serta diakhiri dengan kitab tafsir.
Dari sistematika di atas, dapat diketahui bahwa Imam Muslim melakukan beberapa hal yang agak berbeda dengan sistematika kitab-kitab (model sunan) koleksi hadis lainnya, yaitu ia memisahkan kitab sifat al-munafiq dari kitab al-iman, kitab al-‘ilm ditempatkan pada posisi akhir, hadis-hadis tentang adab diperinci menjadi beberapa kitab. Selain kitab al-adab, ada pula kitab as-salam, padahal dapat dimasukkan dalam kitab al-adab juga. Ada pula kitab al- birr wa al-silah wa al-adab.
5. NILAI KWALITAS HADITS SHAHIH MUSLIM.
Muslim memiliki jumlah karya yang cukup penting dan banyak. Namun yang paling utama adalah karyanya, Shahih Muslim. Dibanding kitab-kitab hadits shahih lainnya, kitab Shahih Muslim memiliki karakteristik tersendiri, dimana Imam Muslim banyak memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi. Beliau bahkan tidak mencantumkan judul-judul setiap akhir dari satu pokok bahasan. Disamping itu, perhatiannya lebih diarahkan pada mutaba’at dan syawahid.
Walaupun dia memiliki nilai beda dalam metode penyusunan kitab hadits, Imam Muslim sekali-kali tidak bermaksud mengungkap fiqih hadits, namun mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad. Karena beliau meriwayatkan setiap hadits di tempat yang paling layak dengan menghimpun jalur-jalur sanadnya di tempat tersebut. Sementara al-Bukhari memotong-motong suatu hadits di beberapa tempat dan pada setiap tempat beliau sebutkan lagi sanadnya. Sebagai murid yang shalih, beliau sangat menghormati gurunya itu, sehingga beliau menghindari orang-orang yang berselisih pendapat dengan al-Bukhari. Kitab Shahih Muslim memang dinilai kalangan muhaditsun berada setingkat di bawah al-Bukhari. Namun ada sejumlah ulama yang menilai bahwa kitab Imam Muslim lebih unggul dari pada kitabnya al-Bukhari.
Sebenarnya kitab Shahih Muslim dipublikasikan untuk Abu Zur’ah, salah seorang kritikus hadits terbesar, yang biasanya memberikan sejumlah catatan mengenai cacatnya hadits. Lantas, Imam Muslim kemudian mengoreksi cacat tersebut dengan membuangnya tanpa argumentasi. Karena Imam Muslim tidak pernah mau membukukan hadits-hadits yang hanya berdasarkan kriteria pribadi semata, dan hanya meriwayatkan hadits yang diterima oleh kalangan ulama. Sehingga hadits-hadits Muslim terasa sangat populis.
Berdasarkan hitungan Muhammad Fuad Abdul Baqi, kitab Shahih Muslim memuat 3.033 hadits. Metode penghitungan ini tidak didasarkan pada sistem isnad sebagaimana dilakukan ahli hadits, namun beliau mendasarkannya pada subyek-subyek. Artinya jika didasarkan isnad, jumlahnya bisa berlipat ganda.
Sebenarnya para ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan Shahih Bukhari. Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul, sedangkan sejumlah ulama Marokko dan yang lain lebih mengunggulkan Shahih Muslim. Hal ini menunjukkan, sebenarnya perbedaannya sangatlah sedikit, dan walaupun itu terjadi, hanyalah pada sistematika penulisannya saja, serta perbandingan antara tema dan isinya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih Muslim, antara lain, karena Al-Bukhari mensyaratkan kepastian bertemunya dua perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid dalam hadits Mu’an’an; agar dapat dihukumi bahwa sanadnya bersambung. Sementara Muslim menganggap cukup dengan "kemungkinan" bertemunya kedua rawi tersebut dengan tidak adanya tadlis.
Al-Bukhari mentakhrij hadits yang diterima para perawi tsaqqat derajat utama dari segi hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadits dari rawi derajat berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih banyak pada rawi derajat kedua dibanding Bukhari. Disamping itu kritik yang ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyak dibanding kepada al-Bukhari.
Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan Shahih Muslim beralasan — sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar —, bahwa Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun kata-kata dan redaksinya, karena menyusunnya di negeri sendiri dengan berbagai sumber di masa kehidupan guru-gurunya. Beliau juga tidak membuat kesimpulan dengan memberi judul bab sebagaimana Bukhari lakukan. Dan sejumlah alasan lainnya.
Namun prinsipnya, tidak semua hadits Bukhari lebih shahih daripada hadits Muslim dan sebaliknya. Hanya pada umumnya keshahihan hadits riwayat Bukhari itu lebih tinggi derajatnya daripada keshahihan hadits dalam Shahih Muslim.
6. KITAB-KITAB SYARAH SHAHIH MUSLIM.
Terdapat sejumlah kitab ulasan (syarah) yang mengomentari kitab Sahih Muslim. Di antara kitab-kitab syarah itu adalah kitab:
1. Al-Mu’allim bi Fawa’idi Kitabi Muslim, karya Imam Abu ‘Abdullah Muhammad bin ‘Ali al-Maziri ( 536 H=1141 M), seorang pakar hadis dari Mazir kota Sisilia. Kitab ini masih berupa manuskrip yang tersimpan di Daral-Kutub al-Misriyyah. Pada bagian awalnya terdapat kerusakan dan kekuarangan.
2. Ikmal al-Mu’allim fi Syarhi Sahih Muslim, karya Imam Qadi ‘Iyad bin Musa al-Yahsabi al-Maliki ( 544 H=1149 M). Kitab ini pun masih berupa manuskrip, dan yang ada di Dar al-Kutub al-Misriyyah hanya enam jilid dari sejumlah naskah yang banyak.
3. Al-Minhaj fi Syarh Sahih Muslim bin al-Hajjaj, karya Imam al-Hafiz Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf al-Nawawi asy-Safi’i ( 676 H=1244 M), yang lebih dikenal dengan nama Imam Nawawi. Dalam kitab ini Nawawi banyak mengacu kepada keterangan para pendahulunya seperti al-Maziri¸ dan Qadi ‘Iyad. Penjelasan dalam kitab ini terkadang bersifat pertengahan dan terkadang ringkas. Kitab ini dinilai sebagai syarah Sahih Muslim paling baik yang telah dicetak dan diterbitkan. Kitab syarah ini sangat bagus terutama karena;
a. Muqaddimah-nya yang sangat bermanfaat mengenai ilmu hadis dan dasar-dasar periwayatan,
b. penjelasan yang panjang lebar sebagai kunci untuk memahami Sahih Muslim; dan
c. penyusunan bab-babnya yang sangat bagus itu.
4. Ikmalu Ikmal al-Mu’allim, karya Imam Abu ‘Abdullah Muhammad bin Khalifah al-Wasyayani al-Maliki ( 837 H=1433 M). Dalam Muqaddimah syarahnya ini, al-Wasyayani merujuk kepada empat kitab syarah sebelumnya yaitu al-Maziri, Qadi ‘Iyad, al-Qurtubi dan al-Nawawi, disertai beberapa tambahan dan penyempurnaan dari al-Wasyayani.
5. Syarah karya Imam Abu ‘Abdullah Muhammad bin Muhammad bin Yusuf al-Sanusi al-Hasani ( 895 H=1490 M). Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab syarah karya Abu ‘Abdullah al-Wasyayani. Al-Hasani sedikit sekali memberikan tambahan syarah yang telah dikemukakan al-Wasyayani. Kitab syarah ini pada hakikatnya merupakan pengulangan dari syarah Wasyayani. Kitab syarah ini dan syarah Wasyayani telah dicetak dan diterbitkan menjadi satu kitab pada tahun 1328 H=1910 M, atas usaha Sultan al-Magrib al-Aqsa ‘Abdullah Hafiz.
Sedangkan kitab-kitab ringkasan (mukhtasar) Sahih Muslim, antara lain:
1. Mukhtasar karya Syaikh Abu ‘Abdullah Syarafuddin Muhammad bin ‘Abdullah al-Mursi ( 656 H=1226 M).
2. Mukhtasar karya Syaikh Imam Ahmad bi Umar bin Ibrahim al-Qurtubi ( 656 H=1226 M). Setelah meringkasnya ia menjelaskan lafaz-lafaz yang sulit dan menguraikan kandungan hadis-hadisnya. Penjelasan atau syarahnya ini diberi nama al-Mufhim lima Usykila min Talkhisi Sahihi Muslim. Isi syarahnya ini banyak merujuk kepada Syarah Sahih Muslim karya al-Nawawi dan Fath al-Bari Syarah Sahih al-Bukhari karya Ibn Hajar al-‘Asqalani.
3. Muuktasar karya Imam Zakiyyuddin Abdul ‘Azim bin Abdul Quwwa al-Munziri ( 656 H=1226 M). Kitab ini telah diberi syarah oleh Syaikh Usman bin Abdul Malik al-Misri ( 738 H=1337 M).
Adapun kitab-kitab indek sebagai pedoman untuk memudahkan mencari hadis-hadis dalam kitab Sahih Muslim antara lain:
1. Miftah Sahih Muslim karya Syaikh Muhmmad Syarif bin Musthafa al-Tuqadi seorang ulama dari Astanah. Kitab ini selesai ditulis tahun 1312 H=1894 M dan dicetak tahun 1313 H=1895 M. Hadis-hadisnya disusun berdasarkan huruf hijaiyah.
2. Indek karya Syaikh Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi. Kitab ini disusun dengan sangat teliti dan model susunannya pun komprehensif, sehingga dapat memudahkan pembaca.
7. KARAKTERISTIK.

Berdasarkan kualitas keshahihannya, para ulama memasukkan karya Imam Muslim ini pada peringkat kedua setelah karya monumental Imam al-Bukhari (Shahih al-Bukhari). Hal ini karena syarat yang ditetapkan oleh Imam Muslim relatif lebih longgar daripada syarat yang ditetapkan Imam al-Bukhari. Dalam persambungan sanad (ittisal al-sanad) antara yang meriwayatkan (rawi) dengan yang menerimanya (marwi'anhu) atau antara murid dan guru menurut Imam Muslim hanya cukup syarat mu'asharah (semasa), tidak harus terjadi liqa' (pertemuan) antara keduanya. Sementara Imam Al-Bukhari mensyaratkan terjadinya liqa 'untuk menyatakan terjadinya persambungan sanad.
Selain itu, Imam Muslim pun selalu menggunakan kata-kata atau lafal-lafal dalam proses periwayatan hadis secara cermat. Apabila ada seorang periwayat berbeda dengan periwayat lainnya dalam menggunakan redaksi yang berbeda padahal makna dan tujuannya sama, maka beliau pun menjelaskannya. Demikian juga bila seorang periwayat meriwayatkan hadis dengan kata حدثنا (ia menceritkan kepada kami), dan periwayat lainnya dengan kata أخبرنا (ia mengkhabarkan kepada kami), maka perbedaan lafal ini pun dijelaskannya. Begitu juga, bila sebuah hadis diriwayatkan oleh orang banyak dan dalam periwayatannya terdapat perbedaan lafal, beliau pun menerang-kannya bahwa lafal yang disebutkannnya itu berasal dari riwayat si Fulan, beliau akan menyatakannya dengan واللفظ لفلان (redaksi ini adalah redaksi menurut Fulan).
8. ALASAN DIMASUKKAN DALAM KITAB AL-TIS’AH.
Salah satunya yaitu hadits shahih muslim termasuk hadits yang shahih, selain itu keutamaannya adalah terdapat tahwil dalam haditsnya. Dan hadits shahih muslim ini termasuk hadits yang bagus setelah hadits Bukhari.
9. KOMENTAR HADITS SHAHIH MUSLIM.
Menurut para ulama hadis, kitab koleksi hadis Sahih Muslim ini memiliki banyak kelebihan, yaitu: (1) susunan isinya sangat tertib dan sistematis, (2) pemilihan redaksi (matan) hadisnya sangat teliti dan cermat, (3) seleksi dan akumulasi sanadnya sangat teliti, tidak tertukar-tukar, tidak lebih dan tidak kurang, (4) penempatan dan pengelompokan hadis-hadis ke dalam tema atau tempat tertentu, sehingga sedikit sekali terjadi pengulangan penyebutan hadis.
Para ulama menilai bahwa Sahih Muslim di samping Sahih al-Bukhari merupakan dua kitab koleksi hadis yang paling sahih di antara kitab-kitab koleksi hadis lainnya. Dalam kaitan ini, al-Dar al-Quti dengan nada yang agak menyanjung pernah berkata, “Seandainya tidak ada al-Bukhari dan Muslim, maka pembahasan hadis tidak akan muncul.”

Adapun nilai hadis-hadis yang terdapat dalam Sahih Muslim pada umumnya berkualitas sahih, atau dinilai sahih oleh sebagian besar ulama hadis. Jadi, tidak semua hadis dalam kitab ini berkualitas sahih, dan tidak pula berarti bahwa hadis-hadis di luar kitab ini kualitasnya tidak sahih. Dalam kaitan ini imam Muslim pernah menyatakan bahwa ia tidak memasukkan semua hadis sahih ke dalam kitabnya, melainkan hanya hadis-hadis yang disepakati oleh ulama hadis saja. Menurut Ibnu Salah, mungkin yang dimaksudnya itu ialah beliau hanya memasukkan hadis yang memenuhi persyaratan sahih yang telah disepakati oleh para ulama hadis.
Para ulama hadis sering membandingkan nilai hadis-hadis dalam kitab ini dengan yang terdapat kitab lainnya. Umumnya mereka menilai bahwa kualitas hadis-hadis dalam kitab ini menempati posisi kedua setelah kitab Sahih al-Bukhari. Alasan utama mereka menempatkan Sahih Muslim pada urutan kedua adalah karena kriteria seleksi kesahihan hadis yang dipakai olehnya lebih longgar daripada yang dipakai oleh Imam al-Bukhari, gurunya. Jika Imam al-Bukhari mensyaratkan adanya pertemuan (liqa') antara guru dan murid bagi hadis-hadis dalam kitabnya, maka Imam Muslim dapat menerima periwayatan hadis-hadis asalkan guru dan murid yang melakukan periwayatan tersebut pernah hidup dalam satu masa (mu’asarah) tertentu, tidak harus pernah bertemu.
Akan tetapi, walaupun hadis-hadis dalam Sahih Muslim dinilai sahih, tidak berarti seluruhnya terbebas dari kritik. Dalam kitab ini terdapat sejumlah hadis yang dikritik (muntaqadat), sekalipun jumlah dan persentasinya sangat kecil. Kritik-kritik tersebut umumnya berkaitan dengan matan atau teks hadis. Di antara kritik dari segi matannya, misalnya hadis yang dianggap maqlub, yakni hadis yang berbeda dengan hadis lain dikarenakan adanya pemindahan atau tukar menukar, yang terjadi pada redaksi atau kata-katanya.
10. KOMENTAR PENELITI.
• Selama meneliti kitab Shahih Muslim, banyak sekali mengalami kesulitan.
• Banyak mufradat yang sulit untuk dimengerti.
• Padatnya waktu karena banyaknya tugas.
• Tidak terlalu pahan dengan refernsi hadits.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hadi, Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir. Metode Takhrij Hadits. Terj. S. Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar. Semarang: Dina Utama, 1994.
http://www.kampusislam.com
http://uin-suka.info/ejurnal/index2.php?option=com
http://nippontori.multiply.com
Anonim (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam), Ensiklopedi Islam . Vol. II. Jakarta: Ichtiar van Hoeve, 1994.
0 Responses