Al-Wadi’ah

Al-Wadi’ah

a. Pengertian Al-Wadi’ah
Dalam tradisi fiqh Islam,prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al-wadi’ah. Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hhukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si pinitip menghendaki.

b. Landasan Syari’ah
1. Al-Qur’an
 •           ••     •      •     
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
2. Al-Hadits

عن ابى هريرة قال قال النبي صلى اللهم عليه وسلم اد الامانه الى من ائتمنك ولا تخن من خانك
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “ Sampaikanlah(tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu.” (HR Abu Dawuud dan menurut Tirmidzi hadits ini hasan,sedang Imam Hakim mengkategorikannya sahih).

3. Ijma
Para tokoh ulama Islam sepanjang zamann telah melakukan ijma (konsensus) terhadap legitimasi al-wadi’ah karena kebutuhan manusia terhadap hal ini jelas terlihat, seperti dikutip oleh Dr. Azzuhaily dalam al-Faqih al-Islami wa Adillatuhu dari kitab al-Mughni wa Syarh Kabir li Ibni Qudhamah dan Mubsuth li Imam Sarakhsy.
Akan tetapi,dalam aktivitas perekonomian modern, si penerima simpanan tidak mungkin akan meng-idle-kan aset tersebut, tetapi mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu. Karenanya, ia harus meminta izin dari si pemberi titipan untuk kemudian mempergunakan hartanya tersebut dengan catatan ia menjamin akan mengembalikan aset tersebut secara utuh. Dengan demikian, ia bukan lagi yad al-amanah, tetapi yad adh-dhamanah (tangan penanggung) yang bertanggung jawab atas segala kehilangan/kerusakan yang terjadi pada barang tersebut.
Skema al-Wadi’ah Yad al-Amanah

1. Titip Barang


2. Bebankan Biaya Penitipan

Keterangan
Dengan konsep al-wadi;ah yad al-amanah, pihak yang menerima tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uanng atau barang yang dititipkan, tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman.
Pihak peneriam titipan dapat membedakan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan.

c. Aplikasi Perbankan
Mengacu pada pengertian yad adh-dhamanah, bank sebagai penerima simpanan dapat memanfatkan al-wadi’ah untuk tujuan :
- currunt account (giro)
- saving account (tabungan bejangka).
Sebagai konsekuensi dari yad adh-dhamanah, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian juga ia adalah penanggung seluruh kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan, si pemyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya, demikian juga fasilitas-fasilitas giro lainnya.
Sungguhpun demikian, bank sebagai penerima titipan, sekaligus juga pihak yang telah memanfaatkan dana tersebut, tidak dilarang untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentase secra advance, tetapi betul-betul merupakan kebijaksanaan dari manajemen bank.
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah saw. pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta. Diberinya unta kurban (berumur sekitar dua tahun). Setelah selang beberapa waktu, Rasulullah saw. memerintahkan Abu Rafie kembali kepada Rasulullah saw. seraya berkata, “Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan; yang ada hanya unta yang lebih besar dan berumur empat tahun.”
Rasulullah saw. berkata, “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar.” (HR Muslim).
Dari semangat hadits diatas, jelaslah bahwa bonus sama sekalli berbeda dari bunga, baik dalam prinsip maupun sumber pengambilan. Dalam praktiknya, nilai nominalnya munngkin akan lebih kecil, sama, atau lebih besar dari nilai seku bunga.
Dalam dunia perbankan modern yang penuh dengan kompetisi, insentif semacam ini dapat dijadikan sebagai banking policy dalam upaya merangsang semangat masyarakat dalam menabung, sekaligus sebgai indikator kesehatan bank terkait. Hal ini karena semakin besar nilai keuntungan yang diberikan kepada penabung dalam bentuk bonus, semakkin efisien pula pemanfatan dana tersebut dalam investasi yang produktif dan menguntunngkan.
Dewasa ini, banyak bank Islam di luar negeri yang telah berhasil mengombinasikan prinsip al-wadi’ah dengan prinsip al-mudharabah. Dalam kombinasi ini, dewan direksi menetukan besarnya bonus dengan menetapkan persentase dari keuntungan yang dihasilkan oleh dana al-wadi’ah tersebut dalam suatu periode tertentu.


Skema al-Wadi’ah Yad adh-Dhamanah

1. Titip dana


4. Beri Bonus


3. Bagi hasil
2. Pemanfaatan
Dana






Keterangan
Dengan konsep al-wadi’ah yad adh-dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfatkan unag atau barang yang dititipkan.
Tentunya, pihak bank dalam hal ini mendapatkan bagi hsil dari pengguna dana. Bank dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus.
0 Responses