PROSEDUR PENGADILAN DI INDONESIA - PIDANA (I)

PROSEDUR PENGADILAN DI INDONESIA - PIDANA (I)

Pola dasar tentang prosedur penyelenggaraan administrasi perkara
Pra peradilan. Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat penyidik dan penuntut umum, maka lembaga praperadilan dibuat atas dasar KUHAP pasal 8, 77 s/d 83, 95(2) dan pasal 9 UU Kekuasaan Kehakiman. Pemberian wewenang ini bertujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan secara sederhana, cepat dan murah dalam rangka memulihkan harkat/ martabat, kemampuan/ kedudukan serta mengganti kerugian terhadap korban yang merasa dirugikan.
Yang dapat mengajukan adalah tersangka, keluarga atau kuasanya, penyidik, umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri (pasal 80) dengan menyebutkan alasannya (pasal 79). Tapi, dalam pasal 83 (2) pengadilan tinggi mempunyai wewenang untuk memberi putusan akhir atas putusan praperadilan yang menyatakan tidak sahnya penyidikan atau penuntutan. Ini adalah pemeriksaan khusus yang tidak dapat diperani oleh Makamah Agung. Dan praperadilan tidak dapat dilakukan oleh anggota ABRI yang menggambarkan campur tangan sipil di lingkungan kehidupan militer.

Pasal 77 dan pasal 1 butir 10 menjabarkan yang diperiksa/ macam- macam kerugian yang diderita adalah:
a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan (yang tidak memenuhi syarat pasal 21 termasuk juga penahanan yang lebih lama daripada yang dijatuhkan), penyidikan atau perhentian tuntutan yang masih perlu menemukan bukti lain, kadaluarsa, tidak ada pengaduan delik aduan atau pengaduannya dicabut, karena tersangka/ terdakwa meninggal dunia, atau karena keliru orangnya (error in persona), ne bis in idem, bukan perkara pidana, peraturan perundangan yang digunakan telah dicabut- pasal 16 s/d 31, dan juga tindakan lain- pasal 95(1) (2), pasal 1 butir 22 yaitu kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, pengeladahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.
b. Ganti kerugian uang dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pd tingkat penyidikan atau penuntutan (pasal 22). Pasal 99 (2) biaya yang telah dikeluarkan seperti biaya pengobatan, pemulihan cacat, operasi patah tulang, memperbaiki mobil yang ditabrak, dsb dapat didapat kembali apabila gugatan ganti kerugian diterima.
Batas waktu pengajuan ganti kerugian berdasarkan pasal 95 adalah dalam tenggang waktu 3 bulan sejak putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap untuk a, dan 3 bulan dihitung saat pemberitahuan penetapan peradilan untuk b. Namun, apabila kerugian disebabkan oleh kesalahan tersangka, tuntutan itu tidak akan dikabulkan.
Pemeriksaan praperadilan harus dilakukan secara cepat, dalam waktu 7 hari harus sudah dijatuhkan putusan. Permintaan praperadilan menjadi gugur jika perkara sudah dimulai diperiksa oleh pengadilan, sedang pemeriksaan mengenai permintaan praperadilan belum selesai.
Putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding (pasal 83) dengan perkecualian mengenai putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, maka atas hal tersebut dapat diajukan banding ke pengadilan tinggi, selanjutnya putusan pengadilan atas perkara tersebut merupakan putusan terakhir.

Besarnya imbalan ganti rugi:
1. Ganti kerugian atas dasar pasal 95 dan pasal 77 adalah berupa imbalan serendah-rendahnya berjumlah Rp. 5000 dan setinggi-tingginya Rp 1 000.000.
2. Apabila yang bersangkutan cacat hingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya 3.000.000- penetapan diberikan 3 hari setelah penetapan diucapkan.
3. Rehabilitasi berdasarkan pasal 97, harus diajukan dalam waktu 14 hari setelah putusan lepas tersangka, yang berisi:
a. Amar putusan dari pengadilan mengenai rehabilitasi sebagai berikut:
Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat martabatnya.
b. Amar penetapan dari praperadialn mengenai rehabilitasi berbunyi sbb:
Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Isi putusan atau penetapan rehabilitasi diumumkan oleh panitera dengan menempelkannya pada papan pengumuman pengadilan (pasal 15), ke pemohon, penyidik, penuntut umum, tempat kerja, RT/RW (Pasal 13 Peraturan Pemerintah No 27 (1983)).
Orang yang mendapat kerugian disebabkan karena dilakukannya suatu tindak pidana, dapat menggabungkan perkara pidananya dengan permohonan untuk mendapat ganti rugi yang pada hakekatnya merupakan suatu perkara perdata (pasal 98 s/d 101).
1. Pengadilan Tingkat Pertama
Pengadilan Negeri
1.1 Perkara Perdata Umum
Meja Pertama
Kas
Meja Kedua
Meja Ketiga
Banding:
- Bundel A (Pengadilan Negeri)
- Bundel B (Pengadilan Tinggi)
Kasasi:
- Bundel A (Pengadilan Negeri)
- Bundel B (Makamah Agung)
Peninjauan Kembali
- Bundel A (Pengadilan Negeri)
- Bundel B (Makamah Agung)

1.2 Perkara Pidana Umum
KUHPT pasal 84 (1) Pengadilan Negeri berhak mengadili suatu tindak pidana dimana tindak pidana itu dilakukan di wilayah hukumnya, namun ada pembatasan dalam pasal 84 (2). Selanjutnya, pasal 84 (3) menerangkan apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak pidana di dalam daerah hukum pelbagai pengadilan negeri, tiap pengadilan negeri itu berwenang mengadili perkara pidana itu. Liat juga pasal 84 (4)- tentang penggabungan perkara dan pasal 85 dimana Makamah Agung menetapkan pengadilan lain apabila terjadi bencana di daerah 1 pengadilan negeri yang berhak mengadili suatu perkara.

Pengadilan Negeri baru dapat menyidangkan suatu perkara apabila suatu perkara telah dilimpahkan oleh penuntut umum dengan permohonan untuk diadili (pasl 137 KUHAP). Hal ni dipelajari oleh ketua pengadilan (pasa147). Apabila bukan Pengadilan Negri itu tidak punya wewenang, pasal 148 (1) menjelaskan bahwa surat itu diberikan kepada Pengadilan Negri lain yang dianggap berwewenang.

Apabila Pengadilan Negri itu punya wewenang, ketua menunjuk hakim yang akan menanggani perkara tersebut. Hakim tersebut menetapkan hari sidang, pemanggilan terdakwa dan para saksi (dengan surat sah ke tempat tinggalnya, atau kepala desanya atau ditempelkan pada pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut.) Di dalam pengadilan, menurut pasal 156 KUHAP, setelah hakim meneliti identiti terdakwa, surat dakwaan dibacakan, tangkisan2 dapat diberikan oleh terdakwa, yang terdiri dari: 1. Surat dakwaan itu tidak sah atau tidak memenuhi syarat2 yang ditentukan oleh UU,
2. Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya, (perlawanan atas putusan hakim Pengadilan Negeri dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi),
3. Hak penuntutan gugur karena kadaluarsa.

Penuntut Umum diperkenankan merespon, hakim mempertimbangkannya, dan apabila keberatan diterima, sidang tidak dilanjutkan. Namun, apabila keberatan tidak diterima, sidang dilanjutkan, atau diperiksa dulu baru dilanjutkan. Perkara yang diajukan kepada mengadilan terdiri dari 3 jenis:
a. Acara pemeriksaan biasa, yang diatur dalam pasal 152 s/d 202,
b. Acara pemeriksaan singkat, pasal 203-204,
c. Acara Pemeriksaan cepat, yang diatur dalam pasal 205 s/d 216.
1. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan pasal 205-210,
2. Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan pasal 211 s/d 216.

Apabila terdakwa tidak hadir (154 (2) s/d (6) KUHAP), sampai dia didatangkan secara paksa barulah sidang dapat dilaksanakan. Apabila saksi tidak hadir, dia dapat dikenakan pidana pasal 224 KUHP.
Penyellenggaraan administrasi perkara pidana umum oleh Panitera Pengadilan:
Meja Pertama
Meja Kedua
Banding:
- Bundel A (Pengadilan Tingkat Pertama)
- Bundel B (Pengadilan Tinggi Banding)
Kasasi:
- Bundel A (Pengadilan Tingkat Pertama)
- Bundel B (Makamah Agung)
Peninjauan Kembali
- Bundel A (Pengadilan Tingkat Pertama)
- Bundel B (Makamah Agung)
Grasi
- Bundel A (Pengadilan Tingkat Pertama)
- Bundel B (Makamah Agung)

2. Pengadilan Tinggi
Dua tugas pokok pengadilan tinggi termasuk, 1. memutus perselisihan- perselisihan peradilan (yurisdiksi) (pasal 148 149) dan memutus dalam tingkat banding perkara-perkara pidana dan perkara perdata dari semua keputusan pengadialn negeri yang dimintakan banding (pasal 87). Namun beberapa putusan pengadilan negeri yang tidak bisa dimintakan banding termasuk seperti putusan praperadilan (pasal 83 (1)) dan putusan pengadilan yang ancaman hukumnya tidak lebih dari 3 bulan kurungan atau denda Rp 7,500.
Penyelenggaran Administrasi Perkara Pada Pengadilan Tingkat Banding
Meja Pertama
Kas
Meja Kedua
Meja Ketiga

2.1 Perkara Perdata Banding
- Batas waktu 14 hari
- Syarat2 terpenuhi,
- Dalam 1 bulan harus dikirim ke Pengadilan Tinggi (berkas dijilid (bundel A & B).

2.2 Perkara Pidana Banding (KUHAP 233-243)
- Batas waktu 14 hari setelah permintaan banding dimajukan, Panitera mengirimkan berkas perkara banding kepada Pengadilan Tinggi.
- Penuntut umum dapat mengajukan permintaan banding dalam waktu 7 hari- KUHAP pasal 233, kecuali terhadap putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya peberapan hukum dan putusan pengadilan acara cepat- pasal 67. Ketentuan2 lain liat pasal 236 (2), (4)- tentang hak asasi terdakwa, 237, dan 243(2).
- Pencabutan banding berarti tidak boleh mengajukan permohonan lagi- pasal 235.
- Ketua Pengadilan melapor kepada Ketua Pengadilan Tinggi dasar2 dari permohonan banding yang dimaksud:
o Tentang pasal-pasal dakwaan
o Pokok-pokok amar putusan Pengadilan Negeri,
o Pendapat dari Ketua Pengadilan Negeri tentang perlu/tidaknya terdakwa ditahan lebih lanjut.
o Kalau ada kelalaian atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, dimana Pengadilan Tinggi dapat menyuruh Pengadilan Negri harus memperbaiki atau membatalkan penetapannya sebelum putusan pengadilan dijatuhkan- pasal 240.

2.3 Perkara Perdata Kasasi (Permohonan Pembatalan Putusan)
Alasan2 yang memungkinkan:
- Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Undang Undang,
- Pengadilan melampaui batas-batas wewenangnya,
- Pengadilan salah dalam menerapkan hukum,
- 14 hari untuk menyatakan kasasi ke Makamah Agung (biaya= Rp 500,000)
- Kirim meori kasasi kepada lawan kira kira dalam 30 hari setelah tanda penerimaan.
- Kontra memori kasasi kira kira dalam waktu 14 hari.
- Panitera mengirimkan berkas kasasi ke Makamah Agung, dijilid sesuai peraturan yang berlaku.

2.4 Perkara Pidana Kasasi (244-258 KUHAP atas dasar pasal 10(3) UU Kekuasaan Hakim.)
Peradilan dalam tingkat kasasi ini bukanlah peradilan dalam bentuk instantsi tingkat ke III di atas banding, karena Hakim kasasi tidak memeriksa perkara itu dari awal, ia hanya menyelidiki apakah hakim yang lebih rendah itu telah menerapkan hukum dengan tepat.

Putusan bebas tidak bisa diajukan kasasi- pasal 244, 245 (1) KUHAP. Pemeriksaan dll liat KUHAP pasal 244-258. Tata caranya terdapat dalam pasal 259, 260, 261, 261 KUHAP.
14 hari setelah putusan pengadilan, Panitera wajib:
- Memberikan surat keterangan/ permohonan kasasi;
- Memberitahu pihak lainnya,
- Memberi memori kontra kepada pihak lainnya,
- Memberi kesempatan untuk pihak lainnya mempelajari permohonan kasasi,
- Dalam 14 hari setelah berakhir tenggang waktu, Panitera mengirim berkas ke
Makamah Agung- pasal 248 (6)

Pada waktu terdakwa dalam status tahanan, Makamah Agung harus diberitahukan, sesuai dengan pasal 253 KUHAP:
- Tentang adanya permohonan kasasi tersebut,
- Tentang pasal-pasal yang didakwakan,
- Amar tingkat putusan yang dimohonkan kasasi,
- Data-data tentang tahanan terdakwa,
- Pendapat Ketua Pengadilan Negeri tentang perlu/ tidaknya terdakwa ditahan lanjut.

KASASI demi kepentingan umum (pasal 259-262):
- Dilaksanakan oleh Jaksa Agung,
- Putusan Kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.

2.5 Perkara Perdata Peninjauan Kembali
Peninjauan Kembali diajukan dalam tenggang waktu 180 hari setelah putusan/penetapan mempunyai kekuasaan hukum tetap, atau sejak diketemukan bukti-bukti baru atau bukti-bukti adanya penipuan.
- Rp 2,500.000 harus dibayar ke Panitera Pengadilan Tingkat Pertama
- Dalam tempo 14 hari Panitera memberitahukan salinan permohonan PK kepada pihak lainnya, dengan alasan2 dan pihak lawan harus menjawab dalam tempo 30 hari.
- Berkas yang sudah sedemikian rupa disusun akhirnya dikirim ke Makamah Agung.
Alasan2 PK:
- Apabila keputusan didasarakan atas suatu kebohongan atau tipu muslihat dari pihak lawan yang diketahui setelah perkara diputus atau pada suatu keterangan saksi atau surat-surat bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
- Apabila setelah diputus, diketemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan, yang pada batas waktu perkara diperiksa tidak dapat diketemukan,
- Apabila dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
- Apabila mengenai suatu bahagian dari tuntutan belum diputus tampa dipertimbangkan sebab-sebabnya,
- Apabila antara pihak-pihak yang sama, mengenai soal yang sama, atas dasar yang sama, oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan.
- Apabila dalam satu putusan terdapat ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan yang lainnya (pasal 67 UU no 14 1985).

2.6 Perkara Pidana Peninjauan Kembali
Tidak bisa terhadap putusan bebas. Ketentuan-ketentuan lain untuk jaksa liat KUHAP pasal 263- 269.
- Panitera wajib menanyakan alasan-alasannya dan untuk itu Panitera harus membuat surat permintaan Peninjauan Kembali kepada Jaksa Penuntut Umum.
- Menyediakan berita acara pemeriksaan Peninjauan Kembali tentang alasan Peninjauan Kembali yang ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, Pemohon dan Panitera.
- Berita acara pendapat Ketua Pengadilan Negeri tentang Peninjauan Kembali,
- Permintaan Peninjauan Kembali yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara pemeriksaan dan berita acara pendapat dikirim ke Makamah Agung dengan pos tercatat yang tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan jaksa.
Alasan2 PK:
- Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan,
- Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
- Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata;
- Apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu permidanaan= pasal 263 (3) KUHAP.
Makamah Agung dapat menjatuhkan putusan berupa:
- putusan bebas,
- putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
- putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum,
- putusan dengan menerapkan ketentutan pidana yang lebih ringan.

2.7 Perkara Pidana Grasi
- Dapat diajukan oleh terpidana sendiri, keluarga dan kuasanya kepada Presiden melalui Panitera Pengadilan Negeri setempat, tempat dimana terpidana diadili pada tingkat agama pertama.
- Tenggang waktu penangguhan pelaksanaan putusan 14 hari sesuai UU Grasi No 3 1950:
o Surat penolakan tegas atau penerimaan grasi yang telah diajukan kepada Presiden,
o Bentuk grasi yang diberkan apabila ada,
o Keterangan tentang status orang yang dipidana:
§ Apakah belum atau telah/ sedang menjalani pidana atau pidana pengganti,
§ Jika belum, ada di dalam/ luar tahanan,
§ Jika dijatuhi pidana denda, apalah sudah lunas dibayar atau belum atau menyalami pidana pengganti;
§ Jika dijatuhi pidana tambahan berupa peramapasan barang bukti, dimana barang itu tetap disimpan, diuangkan, dsb.
§ Berkas perkara semula disertai dengan surat permohonan grasi, saran/ pendapat Hakim dan surat-surat lainnya dikirimkan ke Kejaksaan Negeri untuk dilanjutkan ke Makamah Agung RI.
Macam2 Register:
a. Pengadilan Negeri
1. Perkara Perdata
a. Register Induk Perkara Perdata Gugatan,
b. Register Induk Perdata Pemohonan,
c. Register Permohonan Banding,
d. Register Permohonan Kasasi,
e. Register Permohonan Peninjauan Kembali,
f. Register Surat Kuasa khusus,
g. Register Penyitaan barang tidak bergerak,
h. Register Penyitaan barang bergerak,
i. Register Somasi (tegoran),
j. Register eksekusi/ fiat eksekusi.

2. Perkara Pidana
a. Register Induk Perkara Pidana Biasa,
b. Register Induk Perkara Pidana Singkat,
i. Register Perkara Pidana Cepat,
ii.Register Perkara Lalu Lintas,
c. Register Penahanan,
d. Register Izin Penggeledahan,
e. Register Izin Penyitaan,
f. Register Barang Bukti,
g. Register Permohonan Banding,
h. Register Permohonan Kasasi,
i. Register Praperadilan,
j. Register Permohonan Peninjauan Kembali
k. Register Permohonan Grasi/ Remisi.

b. Pengadilan Tinggi
1. Perkara Perdata
a. Register Perkara Banding
2. Perkara Pidana
a. Register Perkara Banding,
b. Register Penahanan,
c. Register Barang Bukti,
Jenis Klasifikasi Perkara Pidana:
1. Kejahatan terhadap keamanan negara,
2. Kejahatan terhadap martabat Presiden/ Wakil,
3. Kejahatan terhadap Negara Sahabat dan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakilnya,
4. Kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan hak kenegaraan.
5. Kejahatan terhadap ketertiban umum,
6. Kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang,
7. Kejahatan terhadap penguasa umum,
8. Sumpah/ Keterangan Palsu,
9. Pemalsuan uang,
10. Pemalsuan Merek/ Materai,
11. Pemalsuan Surat,
12. Kejahatan terhadap asal-usul dan perkawinan,
13. Kejahatan kesusilaan,
14. Kejahatan Perjudian,
15. Meninggalkan orang yang perlu ditolong,
16. Penghinaan,
17. Membuka rahasia,
18. Kejahatan terhadap kemerdekaan orang lain,
19. Kejahatan terhadap nyawa,
20. Penganiayaan,
21. Menyebabkan mati/ luka,
22. Pencurian,
23. Pemerasan dan Pengancaman,
24. Penggelapan,
25. Penipuan,
26. Merugikan Pemiutang atau orang yang berhak,
27. Menghancurkan atau merusak barang,
28. Kejahatan jahatan,
29. Kejahatan Pelayanan,
30. Penadahan,
31. Kejahatan Penerbitan dan percetakan,
32. Tindakan Pidana Ekonomi,
33. Pemerasan dan korupsi,
34. Tindakan Pidana Subversi,
35. Tindakan Pidana Narkotika,
36. Tindakan Pidana Agama,
37. Tindakan Pidana Imigrasi,
38. Tindakan Pidana Devisa,
39. Tindakan Pidana Lain,
40. Tindakan Pidana Koneksitas,
41. Tindakan Pidana Lingkungan Hidup.

Klasifikasi Hukum Perdata dan Adat
1. Orang dan Kewarganegaraan,
2. Hubungan keluarga, perkawinan dan perceraian,
3. Warisan,
4. Tanah,
5. Benda (bukan tanah)
6. Perikatan,
7. Perjanjian Kerja,
8. Hibah dan Wakaf,
9. Lain-lain.

Klasifikasi Hukum Dagang
1. Koperasi dan Firma,
2. Perseroan,
3. Perbankan,
4. Surat Berharga, Bursa dan Saham,
5. Asuransi
6. Pengangkutan,
7. Perusahaan,
8. Kebangkrutan,
9. Dll.
Selama terhadap putusan itu masih dapat dilawan, dibanding atau dimintakan kasasi, maka selama itu keputusan tersebut belum menjadi tetap dan tidak dapat dilaksanakan.
0 Responses