Kasasi dalam Teori dan Praktik Di Pengadilan Agama

Kasasi dalam Teori dan Praktik Di Pengadilan Agama

1. Pengertian
Kasasi adalah suatu upaya hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa tidak puas atas penetapan di bawah mahkamah agung mengenai :
a. Kewenangan pengadilan.
b. Kesalahan penerapan hukum yang dilakukan pengadilan bawahan (Tingkat I/II). Dalam memeriksa dan memutus perkara.
c. Kesalahan atau kelalaian dalam cara-cara mengadili menurut sarat-syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan .
Dalam buku yang dikarang oleh Mukti Arti berjudul Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, disebutkan beberapa hal-hal yang berkaitan dengan kasasi:
- Kasasi adalah pembatalan putusan oleh mahkamah agung.
- Pengadilan kasasi adalah pengadilan yang memerikasa apakah judex factie tidak salah dalam melaksanakan peradilan.
- Hukum acara kasasi dalam lingkungan peradilan agama diatur oleh Undang-Undang nomor 14/1985 tentang mahkamah agung (pasal 55 ayat 91) UU No. 14/1985) .
2. Landasan Hukum
a. Pasal 24 A Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
Ketentuan mahkamah agung memeriksa perkara kasasi merupakan kekausaan yang konstitusional berdasarkan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi :
“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
b. Pasal 11 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004
Pasal 11 UU No.4 tahun 2004 kekuasaan kehakiman yang diterbitkan pada tanggal 15 januari 2004 sebagai pengganti undang-undang No. 14 Tahun 1970, mengatur beberapa penegasan :
- Pasal 11 ayat (1) mengemukakan bahwa mahkamah agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan.
- Pasal 11 ayat (2) huruf a menegaskan kewenangan yang dimiliki mahkamah agung dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai pengadilan negara tertinggi :
“Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah mahkamah agung.”
c. Pasal 28 dan pasal 30 Undang-Undang Mahkamah Agung
Pada pasal 28 ayat (1) huruf a dirumuskan tugas dan kewenangan mahkamah agung yakni bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus : “Permohonan Kasasi”.
Menurut pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Agung, dideskripsikan Tugas dan Kewenangan Mahkamah Agung yang terdiru dari ;
- Memeriksa dan memutus permohonan kasasi.
- Memerikss dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili.
- Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
3. Tujuan Peradilan Kasasi
a. Untuk mengoreksi atau meluruskan kekeliruan maupun ultra viles yang terdapat pada putusan yang dijatuhkan peradilan tingkat bawahan, sehingga ketidak adilan yang terdapat pada putusan itu menjadi adil dan patut.
b. Untuk mempertahankan secara secara optimal dan proporsional fungsi hukum ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
c. Untuk memperoleh putusan akhir yang penerapan hukumnya betul sebagaiman mestinya.
4. Acara Pemeriksaan Kasasi
Permohonan kasasi hanya dapat 1 kali dan apabila pemohon telah menggunakan upaya hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
a. Permohonan kasasi diajukan oleh pihak yang berperkara atau kuasa khususnya dalam perkara perdata yang diperiksa dan diputus oleh pengadilan tinggi atau pengadilan yang memutus dalam tingkat terakhir.
b. Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan oleh jaksa agung karena jabatannya dalam perkara perdata yang diperiksa dan diputus oleh pengadilan negeri atau pengadilan tinggi dan putusan tersebut tidak boleh merugikan pihak yang berperkara dan hanya dapat diajukan 1 kali .
5. Syarat-Syarat Kasasi
Syarat-syarat untuk mengajukan kasasi adalah :
a. Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukaan kasasi.
b. Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.
c. Putusan atau penetapan judex factie, menurut hukum dapat dimintai kasasi.
d. Membuat memori kasasi.
e. Membayar panjar biaya kasasi.
f. Menghadap di kepanetraan pengadilan agama yang bersangkutan.
6. Prosedur Permohonan Kasasi
a. Tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi:
14 hari sejak tanggal pemberitahuan putusan pengadilan tinggi agama disampaikan secara resmi oleh juru sita kepada yang bersangkutan.
Hal ini diataur pada pasal 46 ayat 1 dan ayat 2.
b. permohonan kasasi disampaikan kepada panitera pengadilan agama yang memutuskan perkara.
c. Yang berhak mengajukan :
- Pihak yang berperkara, atau
- Wakil yang secara khusus diberi kuasa

7. Administrasi Perkara Kasasi
a. Relaas-relaas pemberitahuan isi putusan banding kepada kedua belah pihak yang berperkara.
b. Akta permohonan kasasi.
c. Surat kuasa khusus dari pemohon kasasi.
d. Surat keterangan apabila permohonan kasasi tidak diterima memori kasasi.
e. Tanda terima memori kasasi.
f. Relaas pemberitahuan memori kasasi kepada pihak lawan.
g. Relaas pemberitahuan kontra memori kasasi kepada pihak lawan.
h. Kontra memori kasasi bila ada.
i. Relaas memberikan kesempatan pihak-pihak untuk melihat, membaca, dan memeriksa berkas perkara/ permohonan.
j. Salinan putusan pengadilan agama.
k. Salinan putusan pengadilan tinggi agama.
l. Tanda bukti setoran biaya kasasi yang sah dari bank .
8. Fungsi Peradilan Kasasi
a. Mengoreksi kesalahan peradilan bawahan.
Kesalahan-kesalahan yang diperpaiki pada umumnya adalah :
a. Kesalahan mengenai proses
b. Kesalahan mengenai fakta
c. Kesalahan mengenai penerapan hukum
b. Berfungsi menghindari kesewenangan.
Fungsi kasasi yang lain yaitu menghindari terjadinya kesewenangan terhadap anggota masyarakat yang timbul dari putusan pengadilan bawahan.
c. Menyelesaikan Kontroversi Ke Arah Standar Prinsip Keadilan Umum Yang Objektif Dan Uniformitas.
Jika ditemukan cacat kontroversi, baik karena putusan pengadilan itu bersifat parsial maupun secara objektif melanggar prinsip uniformitas disebabkan putusan itu bersifat disparitas dari putusan yang telah bercorak stare decisis dalam kasus yang sama :
a. Maka fungsi mahkamah agung pada peradilan kasasi, bertugas untuk menyelesaikan kontroversi dan disparitas yang melekat pada putusan tersebut.
b. Dasar alasan yang digunakan mahkamah agung pada tingkat kasasi untuk menghilangkan kontroversi yang bersifat parsialitas dan disparitas bertitik tolak dari prinsip imparsialitas dan perlakuan yang sama dalam situasi yang sama atas kasus.
9. Putusan Yang Dapat Dikasasi
Landasan hukum mengenai putusan yang dapat dikasasi diatur pada pasal 29 UUMA yang berbunyi :
“Mahkamah Agung Memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat banding atau tingkat terakhir dan semua lingkungan peradilan.”
Berikut tolak dari ketentuan pasal diatas, menurut aturan umum yang berlaku, putusan yang dapat diajukan kasasi terhaadapnya terdiri atas :
a. Putusan pengadilan tingkat banding atau pengadilan tingkat terakhir.
b. Penetapan Pengadilan
a) Penetapan yang tidak tunduk pada kasasi
- Penetapan hari sidang
- Penetapan pengawas jalannya peradilan
- Penetapan atas pelaksanaan putusan
- Penetapan perdamaiaan
- Putusan Sela
- Penetapan pengadilan tinggi dalam rangka dalam rangka pengawasan pelaksanaan putusan serta merta.
b) Putusan yang Langsung Dapat Kasasi
- Putusan atas gugatan pembatalan pendaftaran merek
- Putusan pengadilan niaga dalam sengketa paten
- Putusan pailit
- Putusan atas permohonan pembatalan putusan arbitrase


10. Pembatasan Kasasi
Mengenai pembatasan kasasi merujuk pada ketentuan pasal 45 A UUMA. Berikut tolak dari pasal ini diatur beberapa hal hal yang menyangkut perkara atau putusan yang dapat dikasasi.
a. Perkara yang dapat diadili pada tingkat kasasi.
b. Perkara yang dikecualikan pengajuan kasasinya
c. Permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat formal dinyatakan tidak dapat diterima .
11. Mencabut Permohonan Kasasi
Sebelum permohonan kasasi diputuskan oleh mahkamah agung, maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon tanpa memerlukan persetujuan pihak lawan.
Apabila berkas perkara belum dikirim kepada mahkamah agung, maka :
a. Pencabutan disampaikan kepada pengadilan agama yang bersangkutan, baik secara tertulis maupun lisan.
b. Kemudian oleh panitera dibuatkan akta pencabutan kembali permohonan kasasi.
c. Pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi dalam perkara itu meskipun teenggang waktu kasasi belum lampau.
d. Dan berkas perkara itu tidak perlu diteruskan ke mahkamah agung.
Sedangkan apabila berkas perkara tersebut telah dikirim ke mahkamah agung, maka :
a. Pencabutan disampaikan melaui pengadilan agama yang bersangkutan atau langsung ke mahkamah agung.
b. Apabila pencabutan disampaikan melaui pengadilan agama maka pencabutan itu segera dikirimkan kepada mahkamah agung.
c. Apabila permohonan kasasi beluim diputus, maka mahkamah agung akan mengeluaarkan “penetapan” yang isinya, bahwa mengabulkan permohonan pencabutan kembali perkara kasasi dan memerintahkan untuk mencoret perkara kasasi.
d. Apabila permohonan kasasi itu telah diputus, maka pencabutan kembali tidak mungkin dikabulkan .
12. Prinsip Pemeriksaan Kasasi.
Prinsip yang akan dikemukakan pada uraian ini merupakan landasan yang dianggap penting untuk ditegakkan. Terdapat beberapa prinsip pemeriksaan kasasi yang bersifat memaksa yang tidak dapat disingkirkan dan diabaikan, seperti dibawah ini :
a. Pemeriksaan oleh majlis.
Hal ini diataur pada pasal 40 ayat 1 UUMA yang berbunyi :
“Mahkamah agung memeriksa dan memutus dengan ekurang-kurangnya 3 orang hakim”
Ketentuan ini memperkuat hal yang digariskan pada pasal 17 ayat 1 Udang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang menggariskan:
- Semua pengadilan memeriksa, mengadili dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 orang hakim, kecuali undang-undang menetukan lain.
- Salah seorang diantaranya bertindak sebagai ketua majlis dan karenanya sebagai hakim anggota majlis.
a) Dapat lebih dari tiga orang tetapi harus ganjil.
Kebolehan ini telah diakomodasi oleh penjelasan pasal 40 ayat 1 yang mengatakan :
“apabila majlis bersidang dengan lebih dari 3 orang hakim, jumlahnya harus selalu ganjil”.
b) Boleh juga pleno penuh.
Seperti yang telah dijelaskan, UUMA membolehkan lebih dari 3 orang hakim dalam mengadili pada tingkat kasasi asal jumlahnya ganjil.
Memperhatikan prinsip diatas, boleh dan tidak dilarang pemeriksaan pada tingkat kasasi dilakukan oleh pleno hakim agung.
c) Pelanggaran atas prinsip mengadili dengan majlis mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Statment ini didasarkan pada penjelasan pasal 40 ayat 2 yang berbunyi :
“Putusan yang tidak memenuhi ketentuan ayat 1 dan 2pasal ini batal demi hukum”
Sesuai penjelasan diatas :
- Setiap pemeriksaan tingkat kasasi yang terdiri dari hakim agung tunggal atau hanya terdiri dari 2 orang saja, tidak memenuhi syarat dan sekaligus melanggar prinsip pemeriksaan tingkat kasasi yang mengharuskan majlisnya paling sedikit terdiri dari 3 orang hakim agung.
- Pelanggaran terhadap prinsip itu mengakibatkan putusan batal demi hukum.
b. Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Asas ini diatur pada pasal 40 ayat 2 UUMA yang berbunyi :
“Putusan mahkamah agung diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum”
Ketentuan ini merupakan penegasan kembali prinsip yang digariskan pasal 20 undang-undang No.4 Tahun 2004 yang berbunyi :
“Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum”
c. Larangan hubungan ikatan keluarga antara hakim anggota atau panitera.
- Lingkup hubungan keluarga yang dilarang.
- Hakim anggota atau panitera yang mempunyai hubungan keluarga, wajib mengundurkan diri.
d. Larangan hubungan keluarga antara seorang hakim atau panitera dengan pihak tertentu.
e. Larangan hubungan keluarga antara hakim agung dan/atau panitera mahkamah agung dengan hakim dan/atau panitera pengadilan tingkat pertama atau tingkat banding.
f. Larangan hakim agung memeriksa perkara pada tingkat kasasi terhadap perkara yang sama diperiksanya pada tingkat pertama atau tingkat banding.
g. Larangan benturan kepentingan
Menurut pasal 42 ayat 1 UUMA :
“seorang hakim tidak diperkenankan mengadili suatu perkara yang ia sendiri berkepentingan baik langsung maupun tidaak langsung”.
Sehubung dengan prinsip ini, perlu ada penjelasan lebih lanjut.
a) Benturan kepentingan adalah benturan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan pertanggungjawaban jabatan atau provesi seseorang dalam kedudukan yang dipercayakan kepadanya.
b) Hakim agung yang mengahadapi benturan kepentingan, wajib mengundurkan diri.
c) Dalam hal timbul keraguan atau perbedaan pendapat tentang ada atau tidak benturan kepentingan.
d) Apabila perkaranya telah dihapus, koreksi atas pelanggaran pasal 42 ayat 1 UUMA, mengacu
1 Response